Konsep Radd Dalam Hukum Islam (Studi Komparatif Fikih Mawaris dan Kompilasi Hukum Islam)
DOI:
https://doi.org/10.47766/jeulame.v2i1.1982Keywords:
Konsep Radd, Fikih Mawaris, Kompilasi Hukum IslamAbstract
Umat Islam di Indonesia dalam penyelesaian masalah warisan ada yang menyelesaikannya secara kekeluargaan dengan menggunakan konsep kewarisan Islam dan ada pula yang menyelesaikannya melalui lembaga Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyyah yang dalam penerapan hukumnya menggunakan Kompilasi Hukum Islam. Salah satu permasalahan dalam kewarisan adalah permasalahan radd. Di dalam Fikih Mawaris radd adalah pengembalian apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nashabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya. Artinya radd di dalam Fikih Mawaris tidak diberikan kepada suami dan istri. Berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam, dengan memperhatikan pasal 193, sisa harta harta yang tidak habis dibagi tersebut diberikan kepada seluruh ahli waris dzawil furudh, tanpa terkecuali. Adapun tujuan dari pembahasan masalah ini, antara lain; (1) Untuk mendesripsikan konsep ahli waris penerima radd menurut Fikih Mawaris dan Kompilasi Hukum Islam serta cara penyelesaiannya masing- masing. (2) Untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan konsep radd dalam Fikih Mawaris dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji sumber pustaka sebagai sumber data, adapun sumber data yang penulis perlukan dalam pembahasan ini berupa buku-buku Fikih Mawaris tentang masalah radd dan Kompilasi Hukum Islam. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa menurut Fikih Mawaris, ahli waris ashabul furudh yang berhak mendapatkan sisa harta dalam masalah radd ada delapan orang yaitu; Anak Perempuan, Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki, Saudara Perempuan Sekandung, Saudara Perempuan Seayah, Ibu, Nenek, Saudara Perempuan Seibu, Saudara Laki-laki Seibu. Cara penyelesaiannya yaitu, bila ahli waris terdiri dari satu ashabul furudh tanpa suami atau istri maka harta dibagikan secara merata, bila ahli waris terdiri dari beberapa ashabul furudh bagian suami atau istri diserahkan terlebih dahulu kemudian sisa harta setelah diserahkan kepada suami atau istri dikembalikan kepada ahli waris yang lain sesuai dengan kadarnya masing-masing. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam ada sepuluh mengikuti pendapat Usman bin Affan yaitu suami dan istri, Anak Perempuan, Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki, Saudara Perempuan Sekandung, Saudara Perempuan Seayah, Ibu, Nenek yang shâhih, Saudara Perempuan Seibu, Saudara Laki-laki Seibu. Adapun cara penyelesaiannya yaitu, asal masalah diambilkan dari pembilangnya kemudian harta waris dibagi dengan pembilang, baru setelah itu diserahkan kepada ahli waris sesuai dengan bagiannya masing-masing.
References
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Fiqh Mawaris; Hukum Pembagian Warisan Menurut Syariat Islam. Edited by HZ. Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy. Ed. 3. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010.
Azhar, Komite Fakultas Syariah Universitas Al. Hukum Waris (Judul Asli: Ahkam Al Mawaris Fi Fiqh Al Islam). Edited by Addys Aldizar dan Fathurrahma. Jakarta: Senayan Abadi, 2004.
Muayyat. “Konsep Ahli Waris Penerima Radd Menurut Muhammad ’Ali Al Shabuni Dan Kompilasi Hukum Islam.” Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010.
Murlisa, Lia. “Ahli Waris Penerima Radd Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 193 Dan Relevansinya Dengan Sosial Kemasyarakatan.” Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA 1, no. 2 (2015): 172–98. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22373/jiif.v14i2.334.
Rahman, Fatchur. Ilmu Waris. Bandung: Alma'arif, 1994.
Umam, Dian Khairul. Fiqih Mawaris. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Wahidah, Haji, and IAIN Antasari Press. Buku Ajar Fikh Waris. Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Muhammad Diah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.