Analisis Dispensasi Nikah Tinggi; Antara Solusi dan Tragedi Dalam Perspektif Hukum Islam, UU Perkawinan dan KHI
DOI:
https://doi.org/10.47766/jeulame.v2i2.2081Keywords:
Dispensasi Nikah, Tragedi, Solusi, Hukum Islam, UU Perkawinan, Kompilasi Hukum IslamAbstract
Dalam Undang-undang perkawinan disebutkan bahwa usia minimal untuk melaksanakan perkawinan yaitu 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan, jika belum memenuhi usia tersebut boleh melaksanakan perkawinan dengan mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam tidak ada batasan umur pernikahan selain ketentuan baligh. Penelitian ini mengkaji ketentuan usia pernikahan dalam perspektif hukum Islam, Undang-undang Perkawinan dan KHI, batasan usia minimal perkawinan kaitannya dengan Undang-undang Perlindungan Anak, dan menganalisa dispensasi nikah di era pandemi apakah sebuah solusi atau sebuah tragedi. Kajian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan data kualitatif, ditelaah melalui Al-Qur'an; UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974; dan KHI. Hasil penelitian ditemukan bahwa; 1. Dalam Alqur’an terdapat 23 ayat bicara tentang pernikahan. Tetapi tidak ada satu ayatpun yang menjelaskan batasan usia nikah. Kecuali ayat yang berkaitan dengan kelayakan menikah ada dua ayat, yaitu surat al-Nûr ayat 32, dan surat An-Nisa ayat 6. Dimana kedua ayat tersebut hanya menentuka batas usia menikah dengan redaksi “layak” untuk menikah (wasshalihin), dan redaksi “cerdas” (rusydan), pandai memelihara harta, hal inilah yang dijadikan patokan untuk usia minimal menikah dan konsep dewasa atau baligh dalam perspektif fikih. 2. Ketentuan Undang-undang Perkawinan dan KHI tentang usia minimal pernikahan, ketentuan batas usia perkawinan menurut UU Nomor 1 tentang Perkawinan 1974, dijelaskan pada Pasal 7 yaitu 19 tahu bagi laki laki dan 16 tahun bagi perempuan, yang kemudian dirubah dengan UU No. 16/2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, ditentukan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Sementara KHI tetap mengikuti ketentuan usia minimal perkawinan sepertimana terdapat dalam Undang-perkawinan. 3. Kaitan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia minimal perkawinan dengan Undang-undang Perlindungan Anak, konsep anak atau seseorang dikatakan dewasa, sehingga mampu bertanggung jawab sangat bervariasi. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan pada Pasal 1 ayat (1): ”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Sedang yang dimaksud dengan anak dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2 disebutkan: Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Ketetapan batas usia anak yang terdapat dalam regulasi atau aturan perundang-undangan tersebut bervariasi. Demikian pula batas usia berkaitan dengan hak-hak yang diberikan kepada seseorang, ketika ia dianggap mampu atau cakap untuk bertindak di dalam hukum juga bervariasi. Batas usia yang digunakan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, memang bertentangan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan, akan tetapi dengan adanya perubahan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dirubah dengan UU No.16 Tahun 2019, dapat merikan solusi terhadap permasahan ini, dan juga adanya pertimbangan hakim dalam memberikan dispensasi perkawinan. 4. Analisis dispensasi nikah tinggi; antara solusi dan tragedi dalam hukum perkawinan, Jika menakar dan menganalisa dispensasi nikah tinggi antarar solusi dan tragedi berdasarkan Hukum Islam dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an, hadis, pandangan-pandangan ulama fikih, dan juga dengan melihat aturan-aturan yang ada dalam pasal-pasal Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta melakukan analisis terhadap data, fakta dan fenomena yang terjadi dengan permasalahan hukum yang ada khususnya berkaitan dengan usia perkawinan, maka dispensasi nikah tinggi dapat dapat menjadi sebuah solusi, bukan tragedi, dengan memperhatikan beberapa tanggungjawab memastikan rumah tangga atau perkawinan yang harmonis dan Sakinah Mawaddah dan Rahmah sebagaimana konsep Islam, Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam.
References
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo, 2007.
dkk, Dedi Supriadi. Perbandingan Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam. Bandung: Pustaka Al Fikriis, 2009.
PBNU, LTN. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas Dan Konbes Nahdhatul Ulama. Surabaya: Khalista, 2010.
Shabuny, Muhammad Ali Al. Tafsir Ayat Al Ahkam Min Al Quran. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1999.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Azwir Azwir, Fina Mastura
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.